BERKAH News24 - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur menegaskan pentingnya penguatan Satu Data Penanggulangan Bencana (SATA PB) sebagai fondasi utama pengambilan keputusan kebencanaan di daerah. Hal ini disampaikan Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim, Satriyo Nurseno, dalam Rapat Evaluasi dan Perkembangan SATA PB Jawa Timur yang digelar di Papilio Hotel Surabaya, Selasa (9/12/2025).
Dalam paparannya, Satriyo mengungkapkan bahwa sistem data kebencanaan di Jawa Timur harus terus diperkuat agar tidak mengalami kelemahan seperti yang terjadi di beberapa provinsi lain. “Teman-teman di tiga provinsi lain masih bekerja tanpa basis data yang baik. Tidak ada struktur data, tidak ada statistik wilayah, sehingga penanganan menjadi tidak terarah. Ini tidak boleh terjadi di Jawa Timur,” tegas Satriyo.
Ia menambahkan, bahwa harapan Gubernur, Sekda, dan pimpinan daerah lainnya adalah menjadikan SATA PB sebagai pusat data kebencanaan yang terintegrasi, akurat, dan siap digunakan dalam perencanaan, penanganan darurat, hingga evaluasi bencana.
Satriyo menuturkan bahwa perkembangan teknologi dan kebutuhan data yang semakin kompleks menuntut BPBD dan perangkat daerah untuk terus memperbarui serta menyempurnakan sistem data kebencanaan.
“Beberapa universitas sekarang membutuhkan data kebencanaan untuk riset. Mereka tidak harus datang ke kantor; cukup searching melalui Google atau AI. Dengan SATA PB, data itu sudah bisa diakses dan digunakan,” kata Satriyo.
Ia mencontohkan kejadian gempa 7,6 magnitudo di Jepang yang bangunannya tetap kokoh. Menurutnya, Jawa Timur perlu mengejar ketertinggalan, terutama dalam penguatan struktur bangunan lama yang ada di daerah rawan seperti Surabaya dan Sidoarjo. “PR kita bukan hanya membangun gedung baru yang tahan gempa, tetapi bagaimana gedung lama bisa diperkuat. Ini membutuhkan kolaborasi PU, akademisi teknik sipil, dan seluruh pihak,” ujarnya.
Satriyo menyebut sejumlah tantangan yang dihadapi BPBD dalam pengelolaan data kebencanaan, antara lain kesenjangan standar data antar instansi, minimnya interoperabilitas sistem, kurangnya pembaruan data rutin, dan masih rendahnya literasi data.
Selain itu, keterbatasan infrastruktur komunikasi juga menjadi hambatan, terutama di daerah terdampak bencana yang tidak memiliki jaringan stabil. “Saat bencana besar, HP bisa mati. Maka kita butuh penguatan komunikasi berbasis satelit seperti Starlink. Ini harus menjadi program serius ke depan,” jelasnya.
Satriyo menyinggung kondisi beberapa daerah di Jatim yang mengalami bencana berulang seperti Trenggalek yang terus diterjang longsor, serta kawasan Semeru yang baru-baru ini kembali mengalami isolasi wilayah.
Ia mencontohkan Dusun Sumberlangsep Kabupaten Lumajang yang terisolasi akibat jembatan tertutup material lahar panas.“Alhamdulillah mereka sudah punya lumbung pangan, sehingga tetap bertahan. Tapi kondisi seperti ini harus terekam dalam data SATA PB untuk perencanaan logistik dan dukungan pemerintah ke depan,” katanya.
Satriyo berharap sistem ini terus dikembangkan sebagai alat pengambilan keputusan, penguatan mitigasi, dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat. “Semoga sistem data penanggulangan bencana ini semakin kuat dan berkelanjutan demi terwujudnya Jawa Timur yang tangguh terhadap bencana,” pungkas Satriyo.
Dalam rapat tersebut, Kepala Bidang Data dan Statistik Diskominfo Jatim, Imam Fahamsyah, juga menegaskan pentingnya keselarasan struktur data SATA PB Jatim dengan Satu Data Indonesia Bencana (SDBI) milik BNPB.
Harapannya, BPBD provinsi dan kabupaten/kota nantinya hanya melakukan single entry dalam pengisian data. “Teman-teman BPBD cukup sekali input saja. Data itu bisa langsung masuk ke Satu Data Jawa Timur dan terhubung dengan Satu Data Bencana Indonesia,” jelas Imam.
Ia menyebut dua tantangan utama integrasi data yakni ketidaksamaan struktur database antar instansi, kurangnya kebiasaan mendokumentasikan dan memperbarui data di daerah.
Imam menekankan perlunya komunikasi intensif antar produsen data dan kunjungan langsung ke daerah bila terjadi hambatan pengumpulan data. SATA PB digunakan sebagai dasar perencanaan, pemetaan prioritas, hingga evaluasi penanganan bencana. Data yang terinput saat ini telah mencapai sekitar 80 persen dari total kebutuhan data. (hjr)












