BERKAH News24 - Sinergi antara nilai-nilai agama dan kearifan lokal dinilai sebagai benteng strategis dalam menangkal paham radikal di tengah masyarakat. Hal ini disampaikan Wakil Rektor III UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Abdul Muhid, dalam seminar bertajuk “Mewujudkan Pemuda Cerdas, Kritis, dan Cinta Tanah Air”.
“Tradisi dan budaya lokal kita sangat kaya dan selaras dengan nilai-nilai agama. Jika keduanya bersatu, maka akan menjadi kekuatan besar dalam menghadapi ideologi yang ingin memecah belah bangsa,” tegas Prof. Muhid.
Ia memaparkan empat strategi utama dalam pencegahan terorisme. Pertama, penegakan hukum terhadap pelaku teror dan penyebar ideologi radikal. Kedua, penanganan akar masalah sosial seperti kemiskinan dan ketidakadilan. Ketiga, penguatan pendidikan dan literasi kebangsaan, dan keempat, pembangunan ketahanan masyarakat melalui budaya toleransi dan kebersamaan
“Ketahanan masyarakat hanya bisa terwujud lewat kolaborasi, pendidikan, dan peran aktif semua pihak,” tambahnya.
Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Kolonel Sus Dr. Harianto, turut menyoroti ancaman terorisme yang kini merambah ruang-ruang kehidupan sehari-hari, termasuk media sosial, lingkungan keluarga, dan pergaulan anak muda.
“Bayangkan, seorang siswi kelas 2 SMA bisa mengajak orang lain berangkat ke Suriah hanya bermodal belajar dari media sosial,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa kelompok rentan seperti perempuan, anak, dan remaja menjadi target utama propaganda radikal. Kondisi psikologis yang belum stabil membuat mereka mudah terpengaruh oleh narasi ekstrem di internet.
Tetap Waspada
Meski Indonesia tercatat sebagai negara dengan dampak terorisme di level medium menurut Global Terrorism Index 2025, dan masuk kategori high peace country versi Global Peace Index, kewaspadaan tetap harus dijaga.
“Kita sudah mencatat nol serangan teror dalam beberapa tahun terakhir. Tapi keberhasilan ini jangan membuat kita lengah,” tegas Harianto.
Ia menyebut sistem peringatan dini (early warning system) sebagai kunci keberhasilan, di mana partisipasi masyarakat menjadi elemen vital. “Intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme adalah satu mata rantai. Jika kita bisa memutusnya sejak dini, maka ancaman bisa dicegah,” pungkasnya.
Peran Media dalam Menangkal Hoaks
Anggota Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo, mengajak media massa untuk menjadi garda terdepan dalam melawan hoaks dan narasi radikal.
“Indonesia dibangun di atas perbedaan. Media harus menjadi pilar yang memperkuat narasi toleransi dan perdamaian, bukan malah memecah belah,” ujarnya.(red)