BERKAH News24 - Dalam upaya memperkuat peran penangkaran sebagai bagian integral dari konservasi satwa liar, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur melaksanakan pembinaan kepada 16 unit penangkar yang berada di bawah naungan Bidang KSDA Wilayah I Madiun. Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Bugiono, Pengendali Ekosistem Hutan Madya sekaligus Ketua Kelompok Kerja Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar BBKSDA Jatim.
Agenda pembinaan ini tidak hanya berfokus pada aspek teknis, tetapi menjadi momentum strategis untuk memperkuat sinergi antara pemerintah dan masyarakat pengelola penangkaran. Hadir dalam kegiatan tersebut jajaran staf teknis Bidang KSDA Wilayah I Madiun, serta seluruh Kepala Resort dari Seksi KSDA Wilayah I Kediri dan Seksi KSDA Wilayah II Bojonegoro.
Dalam arahannya, Bugiono menekankan bahwa penangkaran bukan sekadar aktivitas memelihara satwa, melainkan bagian dari sistem konservasi yang menyeluruh, mencakup aspek pemulihan populasi, pengamanan genetik, dan keberlanjutan ekosistem.
“Penangkaran bukan hanya tentang memelihara spesies. Ia adalah bagian dari sistem pemulihan, pengamanan genetik, dan pengelolaan yang berpihak pada keberlanjutan. Maka, seluruh pengelola perlu adaptif terhadap perubahan regulasi,” ujar Bugiono.
Pembinaan ini juga dimanfaatkan sebagai ajang sosialisasi regulasi terbaru, yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 18 Tahun 2024, yang mengatur secara detail mekanisme perizinan, pemanfaatan, serta tata kelola peredaran tumbuhan dan satwa liar. Salah satu poin penting dalam regulasi tersebut adalah penekanan pada validitas data dan keakuratan pelaporan.
“BBKSDA Jawa Timur tengah mengembangkan database satwa dan tumbuhan liar dari seluruh unit penangkaran. Ini bukan sekadar alat kontrol administratif, tetapi menjadi dasar penting untuk membaca dinamika populasi, tren spesies, hingga potensi pelepasliaran ke habitat alaminya,” jelasnya.
Upaya ini merupakan bagian dari penguatan peran penangkar sebagai pilar dalam sistem konservasi ex-situ yang tetap terkoneksi dengan misi pelestarian in-situ. Dalam perspektif ini, penangkar tidak dipandang sekadar sebagai pelaku usaha, namun sebagai mitra konservasi yang aktif dan strategis.
Selain penyampaian materi, kegiatan ini juga memberikan ruang diskusi terbuka. Para peserta menyampaikan berbagai tantangan di lapangan, mulai dari keterbatasan sumber daya, kendala teknis pengembangbiakan, hingga perlunya dukungan kebijakan yang lebih progresif dan responsif terhadap kondisi riil.
“Penangkaran yang kita bangun hari ini adalah benteng terakhir bagi spesies yang terancam. Jika kita abai terhadap tata kelolanya, maka kita sedang menggiring mereka ke ambang kepunahan yang kita buat sendiri,” tegas Bugiono menutup arahannya.
Kegiatan pembinaan ini menjadi bagian dari komitmen berkelanjutan BBKSDA Jawa Timur dalam membangun konservasi berbasis kemitraan, berlandaskan pada ilmu pengetahuan, regulasi yang dinamis, dan peran aktif masyarakat dalam menjaga keberlangsungan keanekaragaman hayati Indonesia. (jal/s)