BERKAH News24 - Belakangan ini, warganet ramai memperbincangkan citra satelit yang menunjukkan adanya massa udara dingin dan kering mendekati Indonesia, khususnya Pulau Jawa.
Citra tersebut salah satunya dibagikan oleh pengguna akun @zak*** di media sosial X pada Selasa (27/5/2025) dengan keterangan, "Massa udara dingin dan kering kembali mendekati Jawa".
Unggahan ini pun memicu berbagai respons dari warganet lain. Banyak yang mengaitkannya dengan pertanda datangnya musim kemarau.
"Pertanda mau musim kemarau kah? alias halodo kalo kata orang Sunda mah," tulis akun JOYnot***.
"Kemarau basahnya Pulau Jawa udah dimulai berarti ya," cuit warganet lainnya dengan memakai akun @thonia***.
Namun, di tengah isu udara dingin, ada pula yang merasa bingung karena wilayahnya masih diguyur hujan.
"Padang tengah malamnya dingin banget udah dua hari ini," kata @IkmahFa***.
"Jogja gerimis masseh," tulis @iameva***.
"Pantes Bandung hari ini panas tapi dingin setelah seminggu diguyur hujan," ungkap pemilik akun @heriy***.
Lantas, seperti apa penjelasan BMKG soal gambar citra satelit yang ramai dibicarakan warganet itu?
Penjelasan BMKG
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, membenarkan citra satelit tersebut memang menunjukkan keberadaan udara kering yang bergerak dari arah selatan menuju Indonesia.
Menurutnya, bibit siklon yang sempat terpantau di wilayah timur Australia kini sudah tidak aktif.
Hal ini membuat angin monsun Australia yang membawa udara dingin dan kering menguat, lalu mulai masuk lebih jauh ke wilayah Indonesia.
"Udara kering ini berasal dari Samudra Hindia bagian selatan Pulau Jawa, dan saat ini mulai bergerak ke wilayah daratan Indonesia," jelas Ardhasena, Rabu (28/5/2025).
Musim kemarau diperkirakan mulai Juni
Berdasarkan prakiraan curah hujan, BMKG mencatat adanya tren penurunan curah hujan yang cukup signifikan mulai Juni 2025.
Artinya, sebagian besar wilayah di Pulau Jawa diprediksi akan mulai memasuki musim kemarau pada bulan tersebut.
Namun, bukan berarti hujan akan langsung berhenti total.
Ardhasena menjelaskan, musim kemarau ditandai dengan curah hujan kurang dari 50 mm dalam satu dasarian (10 hari) dan kondisi ini harus terjadi selama tiga dasarian berturut-turut.
"Khusus tahun 2025 ini, musim kemarau diperkirakan bersifat 'atas normal' di banyak Zona Musim (ZOM) di Indonesia, yang berarti kemungkinan hujan tetap terjadi selama kemarau, pun bisa lebih tinggi dari biasanya," terangnya.
Di pulau Jawa sendiri, sebagian besar wilayah diprediksi mulai memasuki musim kemarau pada bulan Juni 2025.
Bagaimana dengan suhu dingin?
Meski banyak warganet mengaku sudah merasakan udara dingin, BMKG mencatat suhu minimum di sejumlah stasiun cuaca di Jawa masih berkisar antara 24–25 derajat Celsius.
Ardhasena menyebut, jika melihat sebaran data suhu minimum saat ini, kondisi udara dingin tampaknya belum terasa di wilayah Jawa.
Ini berarti fenomena bediding, yakni udara sangat dingin di malam hingga pagi hari yang umum terjadi di puncak kemarau, belum benar-benar muncul.
"Beberapa stasiun cuaca masih mencatat suhu minimum berkisar antara 24 hingga 25 derajat Celsius, sehingga belum terlihat tanda-tanda munculnya fenomena bediding," ungkapnya.(kompas)