BERKAH News24 - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menyebutkan bahwa 48 persen pengguna internet di Indonesia merupakan anak di bawah 18 tahun. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024, sekitar 212 juta penduduk Indonesia (80 persen dari total populasi) merupakan pengguna internet aktif.
"Di bawah 18 tahun itu (pengguna internetnya) 48
persen. Total pengguna internet di Indonesia itu kurang lebih 80 persen dari
total penduduk Indonesia atau 212 juta. Jadi, Indonesia ini memang pangsa pasar
yang luar biasa menggiurkan. Memang kalau menurut rata-rata tadi di atas lima
jam atau tepatnya kurang lebih di Indonesia ini delapan jam. Jadi ini yang jadi
perhatian kita,” ujar Meutya saat sosialisasi PP Tunas di SMAN 2 Purwakarta,
Jawa Barat, Rabu (14/5/2025) kemarin.
Dari waktu pemakaian internet yang begitu masif,
pemerintah pusat memberikan sosialisasi tentang Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2025 atau PP Tunas tentang perlindungan anak di ruang digital. Dalam
paparannya di hadapan para siswa dan pemangku kepentingan daerah, Menteri
Meutya menegaskan bahwa regulasi itu merupakan langkah maju dalam menghadirkan
ruang digital yang aman bagi anak-anak Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa PP ini telah ditandatangani oleh
Presiden Prabowo dan menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara yang
lebih dahulu memiliki aturan khusus terkait keamanan digital anak.
“Kami kemari memanfaatkan juga momen ini untuk
menyampaikan sebuah peraturan pemerintah yang cukup bersejarah, yang belum lama
ditandatangani oleh Presiden Prabowo. Peraturan ini membawa kita menjadi salah
satu negara dari sekian negara yang memang sudah lebih maju dalam mengatur
keamanan di ruang digital untuk anak,” ucap Meutya.
Meutya menjabarkan bahwa PP ini mengatur klasifikasi
akses media sosial berdasarkan usia dan tingkat risiko. Anak-anak usia 13 tahun
ke bawah hanya dapat mengakses platform yang berisiko rendah dengan persetujuan
orang tua. Sementara itu, untuk usia 13–15 tahun, akses ke platform risiko
rendah tetap memerlukan izin orang tua atau wali. Anak usia 16–18 tahun boleh
mengakses platform risiko tinggi, tetapi masih dengan persetujuan. Akses penuh
baru diperbolehkan pada usia 18 tahun ke atas.
“Jadi, kalau yang berisiko tinggi hanya bisa diakses oleh
anak usia 16 sampai 18 tahun. Usia 16 tahun membuat akun dengan persetujuan
orang tua, dan 18 tahun baru benar-benar bebas memilih,” jelas Meutya.
Selain itu, Meutya menekankan pentingnya tanggung jawab
platform digital untuk menjalankan edukasi literasi digital secara rutin kepada
anak-anak dan orang tua. Ia menilai bahwa selama ini banyak platform hanya
memanfaatkan pasar Indonesia tanpa memberikan kontribusi terhadap pendidikan
digital.
“Platform juga di PP ini diwajibkan melakukan literasi
atau edukasi. Jadi, mereka tidak boleh hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar
tanpa memberi edukasi. Nantinya, edukasi harus dilakukan secara rutin kepada
anak dan juga kepada orang tua,” tegasnya.
Ia pun mengajak seluruh pihak, termasuk kepala daerah,
sekolah, guru, dan orang tua, untuk bersama-sama menyukseskan implementasi
regulasi ini demi melindungi anak-anak. Ia menyoroti bahwa tanpa keterlibatan
semua pihak, aturan ini akan sulit diterapkan secara efektif.
“Saya sekaligus menutup bahwa ini kita kerjakan
bersama-sama, kolaborasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,”
imbuh Meutya.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau yang akrab disapa
Kang Dedi Mulyadi (KDM) menyatakan bahwa pendekatan untuk mencegah anak-anak
dari kecanduan sosial media dan game online hanya dengan pendidikan, hal
tersebut kurang efektif sehingga diperlukan pemecahan akar masalahnya terlebih
dahulu.
"Maka PP (Tunas) ini sebenarnya hulu dari seluruh
pembenahan penggunaan media sosial. Dan platform media sosial itu yang memiliki
dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, serta melahirkan kejahatan
dan berbagai tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja," ungkap Dedi
Mulyadi.
Menurut Dedi, dengan adanya PP ini, nantinya para kepala
daerah dapat mencoba memahami dan mengimplementasi menjadi kebijakan publik
yang lebih teknis di daerah.
"Untuk itu diperlukan kebijakan yang strategis dan
kita alhamdulillah, ya, Pak Prabowo sudah menurunkan PP. Dan PP ini sebenarnya
barikade untuk menjaga anak-anak kita, termasuk Jawa Barat," pungkas Dedi.
Dalam kesempatan tersebut, hadir juga Bupati Purwakarta
Saepul Bahri Binzein, Kepala Badan Pengembangan SDM Kemkomdigi Bonifasius Wahyu
Pudjianto, serta Staf Khusus Menteri Bidang Strategis Komunikasi Kemkomdigi
Rudi Sutanto.(red)