BERKAH News24 - Investasi besar dan strategi dekarbonisasi lintas sektor merupakan kunci masa depan dalam menghadapi krisis iklim, sekaligus mendorong pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Langkah ini menjadi dasar utama dalam webinar bertajuk Webinar bertajuk “Sustainable Infrastructure Development: Meeting the Climate Challenge” yang digelar Universitas Gadjah Mada, Selasa (27/5/2025).
Direktur Perencanaan Strategis dan Pengelolaan Sarana PT KAI (Persero), John Roberto memaparkan transformasi berkelanjutan KAI yang berfokus pada efisiensi energi dan penggunaan material ramah lingkungan dalam strategi jangka menengah 2025–2029. Strategi ini didukung oleh digitalisasi dan pengelolaan limbah yang lebih baik. Atas inisiatifnya, KAI meraih Indonesia Sustainability Award 2025 dengan predikat bintang empat untuk dua kategori: implementasi ESG dan pemberdayaan masyarakat.
Sorotan utama disampaikan guru besar di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Prof. Mohammed Ali Berawi yang menggarisbawahi pentingnya investasi infrastruktur sebagai fondasi pertumbuhan berkelanjutan di negara berkembang. Merujuk pada data ADB dan McKinsey, Asia membutuhkan investasi sebesar USD 13,8 triliun hingga tahun 2030.
Khusus Indonesia, kebutuhan mencapai USD 1,3 triliun, terutama di sektor energi, transportasi, air, dan telekomunikasi. Ia menegaskan bahwa setiap dolar investasi tidak hanya berdampak pada infrastruktur fisik, tapi juga menghasilkan efek domino pada produktivitas, kesejahteraan, dan inklusi sosial.
Sementara itu, Mukti Handajani Soejachmoen, Direktur Eksekutif Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), menekankan pentingnya dekarbonisasi sebagai agenda strategis nasional. Menurutnya, Indonesia harus segera beralih dari energi fosil ke energi terbarukan, memperkuat efisiensi lintas sektor, serta mengoptimalkan kemampuan serapan karbon, khususnya dari sektor kehutanan. Ia mengingatkan bahwa transisi energi harus dirancang secara sistemik, adil, dan menyeluruh, mengingat keterkaitan erat sektor energi dengan transportasi, industri, dan rumah tangga.
Webinar ini menutup rangkaian diskusi dengan kesimpulan bahwa pembangunan infrastruktur berkelanjutan menuntut lebih dari sekadar pendekatan teknis. Diperlukan kolaborasi kuat antara pemerintah, BUMN, akademisi, dan sektor swasta untuk menciptakan sistem infrastruktur yang tangguh, rendah emisi, dan adaptif terhadap perubahan iklim. “Investasi yang tepat dan strategi dekarbonisasi menyeluruh bukan lagi pilihan, tapi keharusan untuk masa depan yang inklusif dan berketahanan iklim,” demikian kesimpulan bersama para pembicara. (aul/nef/hjr)